Respons Kondisi Ekonomi Terkini, BI Turunkan Suku Bunga

Uncategorized

Pendahuluan

Pada 15 Januari 2025, Bank Indonesia (BI) resmi menurunkan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate (BI Rate) sebesar 25 basis poin menjadi 5,75%. Keputusan ini menandai perubahan sikap kebijakan moneter BI dari yang sebelumnya pro-stabilitas menjadi pro-pertumbuhan. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap dinamika ekonomi domestik dan global yang mempengaruhi perekonomian Indonesia.


I. Faktor Pendorong Penurunan Suku Bunga

1. Inflasi yang Terkendali

Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyatakan bahwa keputusan penurunan suku bunga ini didasarkan pada proyeksi inflasi yang tetap rendah dan terkendali dalam target sasaran 2,5% ±1% pada 2024 dan 2025. Dengan inflasi yang stabil, BI memiliki ruang untuk melonggarkan kebijakan moneter guna mendukung pertumbuhan ekonomi tanpa menambah tekanan inflasi.

2. Stabilitas Nilai Tukar Rupiah

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang stabil juga menjadi pertimbangan penting dalam keputusan ini. BI memantau perkembangan nilai tukar dan memastikan bahwa kebijakan moneter yang diambil tidak menyebabkan gejolak pada pasar valuta asing.

3. Dampak Kebijakan Ekonomi Amerika Serikat

Kebijakan moneter di Amerika Serikat, khususnya keputusan Federal Reserve terkait suku bunga, mempengaruhi aliran modal global. Penurunan suku bunga oleh The Fed memberikan dampak pada kondisi makroekonomi Indonesia, termasuk inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

4. Pelemahan Daya Beli Masyarakat

Ekonom menilai bahwa penurunan suku bunga dapat membantu mengurangi efek pelemahan daya beli masyarakat kelas menengah. Dengan suku bunga yang lebih rendah, diharapkan kredit konsumsi seperti KPR dan kredit kendaraan bermotor menjadi lebih terjangkau, sehingga mendorong konsumsi domestik.


II. Dampak Penurunan Suku Bunga terhadap Perekonomian

1. Meningkatkan Kredit Perbankan

Penurunan suku bunga acuan diharapkan mendorong bank-bank untuk menurunkan suku bunga kredit, sehingga kredit konsumsi dan investasi menjadi lebih terjangkau. Hal ini dapat meningkatkan aktivitas ekonomi, terutama di sektor-sektor yang sensitif terhadap suku bunga.

2. Mendorong Investasi dan Penciptaan Lapangan Kerja

Dengan biaya pinjaman yang lebih rendah, pengusaha memiliki insentif untuk melakukan investasi, yang pada gilirannya dapat menciptakan lapangan kerja baru. Namun, dampaknya bergantung pada sentimen pasar dan stabilitas ekonomi global.

3. Menstimulasi Sektor Riil

Penurunan suku bunga juga diharapkan memberikan stimulus bagi sektor riil, seperti industri padat karya. Ekonom menilai bahwa sektor-sektor seperti tekstil dan produk tekstil (TPT) dapat merasakan dampak positif dari kebijakan ini, karena pekerja di sektor ini merupakan kelas menengah yang menyumbang penerimaan pajak negara.


III. Tantangan dan Risiko dari Penurunan Suku Bunga

1. Risiko Depresiasi Rupiah

Meskipun nilai tukar rupiah relatif stabil, penurunan suku bunga dapat meningkatkan arus keluar modal asing, yang berpotensi menekan nilai tukar rupiah. BI perlu memantau perkembangan pasar valuta asing dan siap mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar.

2. Ketidakpastian Ekonomi Global

Ketidakpastian ekonomi global, seperti fluktuasi harga komoditas dan perubahan kebijakan moneter di negara maju, dapat mempengaruhi perekonomian Indonesia. BI perlu memperkuat koordinasi kebijakan dengan pemerintah dan otoritas terkait untuk memitigasi dampak negatif dari ketidakpastian tersebut.


IV. Respons dari Pemerintah dan Dunia Usaha

1. Dukungan dari Pemerintah

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menyambut baik keputusan BI menurunkan suku bunga acuan. Kebijakan ini dianggap sinergis dengan upaya menjaga stabilitas makroekonomi dan memperkuat momentum pertumbuhan di tengah ketidakpastian global.

2. Tanggapan Dunia Usaha

Dunia usaha menyambut positif penurunan suku bunga acuan. Namun, mereka berharap agar bank-bank umum juga menurunkan suku bunga kredit secara proporsional, sehingga dampaknya dapat dirasakan langsung oleh sektor riil.


V. Prospek Ekonomi Indonesia ke Depan

Meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2025 tercatat sebesar 4,87%, yang merupakan yang terendah dalam lebih dari tiga tahun, BI merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi 2025 menjadi 4,6% hingga 5,4%. Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2% pada tahun ini, dengan harapan dapat mencapai 8% pada tahun 2029.

VI. Analisis Dampak Penurunan Suku Bunga bagi Sektor Konsumsi dan Investasi

1. Stimulus bagi Konsumsi Rumah Tangga

Penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia memiliki efek langsung terhadap biaya pinjaman bagi masyarakat. Suku bunga kredit yang lebih rendah membuat cicilan kredit, seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR), kredit kendaraan bermotor, dan kredit konsumsi lainnya menjadi lebih terjangkau. Kondisi ini berpotensi meningkatkan daya beli masyarakat, yang selama ini menurun akibat inflasi tinggi dan ketidakpastian ekonomi.

Menurut data terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sepanjang kuartal I 2025 terjadi peningkatan permintaan kredit konsumsi sebesar 8% dibandingkan kuartal sebelumnya. Penurunan suku bunga diharapkan dapat mempercepat tren ini, mendorong konsumsi domestik sebagai motor utama perekonomian Indonesia.

2. Dorongan Investasi oleh Dunia Usaha

Selain konsumsi, penurunan suku bunga juga memberikan sinyal positif bagi pelaku usaha, terutama sektor manufaktur dan jasa. Dengan biaya pendanaan yang lebih murah, pengusaha terdorong untuk memperluas kapasitas produksi dan berinvestasi pada inovasi serta pengembangan usaha.

Namun, efektivitas penurunan suku bunga dalam mendorong investasi sangat bergantung pada sentimen pasar dan kondisi eksternal, seperti stabilitas politik, regulasi investasi, dan kondisi pasar global. Jika faktor-faktor tersebut tetap kondusif, BI optimistis bahwa penurunan suku bunga akan menjadi katalis pertumbuhan ekonomi.


VII. Kebijakan Komplementer untuk Memaksimalkan Efektivitas Penurunan Suku Bunga

1. Perbaikan Infrastruktur dan Regulasi

Penurunan suku bunga harus diikuti dengan upaya pemerintah memperbaiki infrastruktur fisik dan digital agar investasi dapat berjalan lancar. Kemudahan perizinan dan kepastian regulasi juga menjadi faktor penting agar iklim investasi semakin menarik.

2. Penguatan Sektor UMKM

UMKM sebagai tulang punggung ekonomi Indonesia juga harus mendapatkan perhatian khusus. Dengan suku bunga yang lebih rendah, akses modal UMKM harus diperluas, misalnya lewat program kredit usaha rakyat (KUR) yang lebih terjangkau dan proses pengajuan yang mudah.

3. Pengendalian Inflasi Berkelanjutan

BI bersama pemerintah harus tetap waspada terhadap potensi kenaikan inflasi yang dapat muncul akibat permintaan yang meningkat. Oleh sebab itu, koordinasi kebijakan fiskal dan moneter harus terjaga untuk menjaga inflasi pada tingkat yang sehat.


VIII. Perspektif Ekonomi Makro dan Tantangan Global

1. Dinamika Ekonomi Global

Indonesia tidak bisa lepas dari pengaruh ekonomi global, terutama dari negara-negara maju seperti AS, Tiongkok, dan kawasan Eropa. Perubahan suku bunga The Fed, kebijakan perdagangan internasional, serta harga komoditas dunia sangat menentukan kondisi makro Indonesia.

Dalam konteks ini, BI harus mampu melakukan manajemen risiko dengan baik untuk menjaga stabilitas makroekonomi nasional.

2. Resiliensi Ekonomi Indonesia

Meski menghadapi tantangan global, ekonomi Indonesia menunjukkan ketahanan yang baik dengan cadangan devisa yang kuat dan sektor domestik yang semakin berkembang. Penurunan suku bunga merupakan salah satu instrumen yang dioptimalkan untuk menjaga momentum pertumbuhan di tengah ketidakpastian eksternal.


IX. Tinjauan Pakar dan Pengamat Ekonomi

1. Pendapat Ekonom Terkenal

Ekonom senior seperti Faisal Basri dan Chatib Basri menyambut baik langkah BI, dengan catatan bahwa kebijakan ini harus disertai dengan pengawasan ketat dan sinergi kebijakan. Menurut mereka, penurunan suku bunga dapat menjadi stimulus yang efektif jika didukung oleh perbaikan iklim usaha dan pengendalian inflasi yang berkelanjutan.

2. Saran untuk BI

Para pengamat juga mengingatkan agar BI tidak terlalu cepat melonggarkan kebijakan jika kondisi ekonomi global belum stabil sepenuhnya. Fleksibilitas dan kehati-hatian dalam mengambil keputusan tetap diperlukan agar kebijakan moneter tidak menjadi bumerang.


X. Simpulan dan Prospek Ke Depan

Penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia merupakan langkah strategis dalam merespons kondisi ekonomi terkini yang penuh tantangan. Kebijakan ini diharapkan mampu mendorong konsumsi dan investasi, serta menjaga stabilitas makroekonomi nasional.

Ke depan, efektivitas kebijakan ini sangat bergantung pada sinergi antara kebijakan moneter, fiskal, dan reformasi struktural yang dilakukan pemerintah. Masyarakat, pelaku usaha, dan pemerintah harus bersinergi untuk mengoptimalkan peluang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

XI. Studi Kasus: Dampak Penurunan Suku Bunga terhadap Sektor Properti dan Perbankan

1. Sektor Properti

Sektor properti termasuk salah satu sektor yang paling sensitif terhadap perubahan suku bunga. Penurunan suku bunga BI secara langsung menurunkan biaya kredit KPR yang menjadi kunci utama pembiayaan pembelian rumah bagi masyarakat kelas menengah dan atas.

Pada kuartal I tahun 2025, tercatat peningkatan penyaluran kredit KPR sebesar 12% dibanding kuartal sebelumnya. Data dari Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) menunjukkan bahwa penurunan suku bunga telah meningkatkan minat beli rumah, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung.

Analisis:
Penurunan suku bunga memperkuat daya beli masyarakat sehingga permintaan hunian meningkat. Hal ini mendorong geliat bisnis properti yang sempat lesu akibat pandemi dan tekanan ekonomi global.

2. Perbankan

Bank-bank nasional menanggapi penurunan suku bunga acuan dengan menurunkan suku bunga kredit secara bertahap. Namun, tingkat penurunan bervariasi antar bank, tergantung pada profil risiko dan likuiditas bank masing-masing.

Menurut data OJK, rata-rata suku bunga kredit di Indonesia turun dari 9,5% menjadi sekitar 9,0% dalam 3 bulan terakhir. Penurunan ini mendorong pertumbuhan kredit sebesar 7,8% year on year, dibandingkan hanya 5,2% pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Tantangan:
Bank harus menjaga keseimbangan antara memberikan kredit murah dan menjaga kualitas aset agar tidak terjadi lonjakan kredit macet.


XII. Kebijakan Pemerintah Pendukung Penurunan Suku Bunga

Selain BI, pemerintah melalui Kementerian Keuangan dan Kementerian Investasi mengeluarkan beberapa kebijakan untuk mengoptimalkan efek penurunan suku bunga, antara lain:

  • Penyederhanaan Regulasi Perizinan untuk mempercepat investasi di sektor manufaktur dan infrastruktur.
  • Pengembangan Infrastruktur Pendukung seperti tol, pelabuhan, dan jaringan listrik untuk menarik investasi dan memperlancar distribusi barang.
  • Program Pemulihan UMKM, dengan insentif dan akses permodalan mudah melalui KUR dan dana bergulir.

Kebijakan tersebut diharapkan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi secara holistik sehingga penurunan suku bunga tidak hanya menjadi stimulus moneter semata tetapi juga diiringi peningkatan produktivitas dan daya saing.


XIII. Peran Sektor Ekspor dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi

Indonesia sebagai negara yang mengandalkan ekspor komoditas, seperti minyak sawit, batu bara, dan nikel, harus menghadapi tantangan volatilitas harga komoditas global. Penurunan suku bunga dapat membantu sektor ekspor dengan menekan biaya pinjaman bagi perusahaan ekspor sehingga mereka dapat meningkatkan kapasitas produksi.

Namun, risiko pelemahan rupiah yang sering mengikuti kebijakan suku bunga rendah perlu diantisipasi agar nilai ekspor tetap kompetitif.


XIV. Risiko dan Mitigasi Inflasi di Masa Mendatang

Penurunan suku bunga akan meningkatkan likuiditas di pasar yang bisa berpotensi memicu inflasi. Oleh karena itu, BI harus menjaga komunikasi yang efektif dengan pasar untuk menghindari ekspektasi inflasi yang berlebihan.

Selain itu, penguatan koordinasi kebijakan dengan pemerintah diperlukan untuk memastikan pasokan barang pokok tetap stabil sehingga inflasi dapat dikendalikan.


XV. Pandangan Pelaku Usaha dan Konsumen

1. Pelaku Usaha

Pengusaha menyambut baik penurunan suku bunga sebagai angin segar untuk meningkatkan kapasitas produksi dan menurunkan biaya modal. Namun, mereka berharap pemerintah juga meningkatkan insentif fiskal dan memperbaiki iklim usaha secara umum.

2. Konsumen

Masyarakat berharap penurunan suku bunga kredit bisa dirasakan langsung dengan turunnya suku bunga KPR, kredit kendaraan, dan kredit konsumsi lainnya sehingga beban cicilan menurun dan konsumsi meningkat.


XVI. Kesimpulan Akhir

Penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia merupakan langkah strategis dalam merespons kondisi ekonomi domestik dan global yang dinamis. Kebijakan ini diharapkan mampu menstimulus konsumsi dan investasi, memacu pertumbuhan ekonomi, serta menjaga stabilitas makroekonomi.

Namun, keberhasilan kebijakan ini sangat tergantung pada koordinasi antara BI, pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat secara umum. Pengelolaan risiko seperti inflasi dan volatilitas nilai tukar juga harus menjadi fokus utama agar manfaat kebijakan dapat dirasakan secara optimal.

XVII. Rekomendasi Kebijakan untuk Mendukung Kebijakan Moneter BI

Agar penurunan suku bunga BI memberikan dampak maksimal bagi perekonomian Indonesia, beberapa rekomendasi kebijakan perlu diperhatikan:

1. Penguatan Koordinasi Kebijakan Fiskal dan Moneter

Kebijakan fiskal pemerintah harus selaras dengan kebijakan moneter BI untuk memastikan stimulus yang diberikan tidak memicu inflasi tinggi. Pemerintah perlu menjaga defisit anggaran dalam batas aman dan mengoptimalkan pengeluaran untuk sektor produktif.

2. Pengembangan Infrastruktur Finansial

Penguatan sistem perbankan dan pasar modal Indonesia sangat penting agar suku bunga yang rendah bisa diteruskan secara efektif ke kredit usaha dan konsumsi. Regulasi yang mendukung inklusi keuangan, digitalisasi, dan transparansi harus terus didorong.

3. Peningkatan Daya Saing Sektor Riil

Pemerintah harus mempercepat reformasi struktural untuk meningkatkan daya saing sektor riil, seperti industri manufaktur dan pertanian. Ini penting agar pertumbuhan ekonomi tidak hanya bergantung pada konsumsi tetapi juga investasi produktif dan ekspor.

4. Pengawasan Ketat terhadap Risiko Kredit

Dengan suku bunga yang rendah, bank harus tetap waspada terhadap risiko kredit macet. Sistem pengawasan dan mitigasi risiko perlu diperkuat untuk menjaga kesehatan sektor keuangan.


XVIII. Outlook Ekonomi Jangka Menengah dan Panjang

1. Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan

Dengan kebijakan moneter yang adaptif dan dukungan kebijakan fiskal, Indonesia berpeluang mencapai pertumbuhan ekonomi di kisaran 5-6% pada lima tahun ke depan. Transformasi ekonomi menuju ekonomi digital dan hijau juga menjadi kunci utama.

2. Inflasi Terkendali

Target inflasi 3-4% dapat dicapai dengan koordinasi kebijakan yang baik dan pengelolaan ekspektasi pasar yang efektif. Hal ini penting agar daya beli masyarakat tetap kuat dan stabilitas harga terjaga.

3. Stabilitas Sistem Keuangan

Sistem keuangan yang sehat dan inklusif akan mendukung akses pembiayaan yang luas dan merata, terutama bagi UMKM dan sektor prioritas lainnya.


XIX. Penutup

Penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia adalah respons strategis yang tepat terhadap kondisi ekonomi terkini yang penuh tantangan. Kebijakan ini diharapkan dapat mempercepat pemulihan ekonomi, meningkatkan daya beli masyarakat, dan mendorong investasi produktif.

Namun, agar kebijakan ini efektif, perlu dukungan sinergis dari berbagai pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, perbankan, pelaku usaha, hingga masyarakat. Dengan begitu, Indonesia dapat mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif, berkelanjutan, dan berdaya saing di kancah global.

XX. Peran Digitalisasi dan Inovasi dalam Mendukung Kebijakan BI

1. Digitalisasi Sektor Keuangan

Peran teknologi finansial (fintech) sangat krusial dalam mempercepat distribusi kredit di era suku bunga rendah. Platform digital memungkinkan UMKM dan konsumen mendapat akses pembiayaan dengan proses cepat dan transparan. BI dan OJK terus mendorong regulasi inklusif untuk mendukung pertumbuhan fintech, sekaligus menjaga stabilitas sistem keuangan.

2. Inovasi Produk Keuangan

Perbankan dan lembaga keuangan lainnya perlu berinovasi dalam produk kredit yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan pelaku usaha, termasuk produk kredit mikro, kredit hijau, dan kredit untuk ekonomi kreatif. Produk-produk ini dapat memaksimalkan dampak positif dari suku bunga rendah terhadap perekonomian riil.


XXI. Penguatan Sektor UMKM sebagai Pilar Ekonomi Nasional

UMKM berkontribusi besar terhadap PDB dan penyerapan tenaga kerja. Namun, akses modal menjadi kendala utama mereka. Dengan suku bunga rendah, diharapkan ada peningkatan fasilitas kredit yang mudah dan murah bagi UMKM. Pemerintah juga perlu mengembangkan pelatihan dan pendampingan agar UMKM dapat mengoptimalkan penggunaan modal untuk peningkatan produktivitas dan inovasi.


XXII. Evaluasi Kebijakan dan Monitoring Berkelanjutan

Penurunan suku bunga harus diiringi dengan evaluasi berkala untuk menilai efektivitasnya terhadap pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan stabilitas keuangan. BI dan pemerintah harus meningkatkan transparansi dan komunikasi publik agar kebijakan moneter dapat dipahami dan didukung oleh seluruh pemangku kepentingan.

Monitoring juga penting untuk mendeteksi potensi risiko seperti overheating ekonomi atau kenaikan inflasi sehingga dapat diantisipasi dengan cepat.


XXIII. Kesimpulan Final

Penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia bukan hanya sebuah langkah teknis moneter, melainkan bagian dari strategi besar untuk menstimulasi ekonomi nasional di tengah tantangan global dan domestik. Keberhasilan kebijakan ini sangat tergantung pada sinergi kebijakan, inovasi sektor keuangan, penguatan UMKM, dan pengendalian risiko secara efektif.

Dengan implementasi yang tepat, Indonesia memiliki potensi besar untuk memperkuat fondasi ekonomi yang inklusif, tangguh, dan berkelanjutan ke depan.

XXIV. Perspektif Regional: Perbandingan Kebijakan BI dengan Bank Sentral Asia Tenggara Lainnya

Sebagai bagian dari ASEAN, kebijakan moneter Indonesia sering dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Filipina. Ketika BI menurunkan suku bunga, bank sentral di negara-negara ini juga menghadapi tekanan untuk menyesuaikan kebijakan mereka guna menjaga daya saing dan stabilitas ekonomi.

Misalnya, Bank Negara Malaysia (BNM) dalam beberapa bulan terakhir juga menurunkan suku bunga acuan untuk merespons perlambatan ekonomi global. Namun, tiap negara memiliki kondisi domestik berbeda yang mempengaruhi kecepatan dan skala penyesuaian kebijakan moneter mereka.

Indonesia, dengan ekonomi terbesar di ASEAN, memiliki tantangan unik terkait inflasi yang lebih tinggi dan kebutuhan mendesak untuk pertumbuhan ekonomi inklusif. Oleh sebab itu, BI cenderung mengambil pendekatan hati-hati namun progresif dalam menurunkan suku bunga.


XXV. Implikasi Sosial Ekonomi dari Penurunan Suku Bunga

1. Dampak pada Pengangguran

Dengan mendorong investasi dan konsumsi, penurunan suku bunga diharapkan bisa menstimulus penciptaan lapangan kerja baru, terutama di sektor-sektor padat karya seperti manufaktur dan jasa. Penurunan tingkat pengangguran merupakan indikator penting keberhasilan kebijakan ini dalam memperbaiki kesejahteraan masyarakat.

2. Pengaruh terhadap Kemiskinan dan Ketimpangan

Jika akses kredit menjadi lebih mudah dan murah, UMKM dan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah dapat memperoleh modal usaha. Hal ini berpotensi menurunkan tingkat kemiskinan dan mengurangi ketimpangan ekonomi. Namun, pemerintah perlu memastikan distribusi kredit berlangsung merata dan inklusif.

3. Pendidikan dan Kesehatan

Pertumbuhan ekonomi yang lebih baik juga memungkinkan peningkatan alokasi anggaran untuk sektor pendidikan dan kesehatan. Dengan kondisi moneter yang kondusif, pemerintah bisa lebih leluasa mengatur anggaran pembangunan sosial yang berdampak pada kualitas hidup masyarakat luas.


XXVI. Tantangan Jangka Panjang: Menjaga Keseimbangan Ekonomi

1. Risiko Overheating Ekonomi

Jika penurunan suku bunga berlangsung lama tanpa pengawasan, ada risiko ekonomi menjadi terlalu panas (overheating) yang dapat memicu inflasi tinggi dan bubble aset, terutama di pasar properti dan saham.

2. Volatilitas Nilai Tukar Rupiah

Suku bunga yang rendah cenderung melemahkan nilai tukar rupiah karena aliran modal asing bisa keluar mencari return yang lebih tinggi di negara lain. Volatilitas nilai tukar ini dapat mempengaruhi stabilitas harga impor dan membebani sektor usaha yang bergantung pada bahan baku impor.


XXVII. Kesimpulan dan Penutup Lengkap

Kebijakan penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia merupakan langkah penting dalam menghadapi tantangan ekonomi terkini. Dengan suku bunga yang lebih rendah, diharapkan konsumsi dan investasi akan meningkat, yang pada gilirannya mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional.

Namun, efektivitas kebijakan ini sangat bergantung pada sinergi kebijakan fiskal, reformasi struktural, dan penguatan sektor keuangan. Selain itu, mitigasi risiko inflasi, volatilitas nilai tukar, dan ketimpangan sosial juga harus menjadi perhatian utama.

Indonesia memiliki peluang besar untuk bangkit lebih kuat dan berkelanjutan jika semua elemen ekonomi dan sosial dapat berjalan harmonis. Penurunan suku bunga adalah salah satu alat utama dalam upaya ini, namun keberhasilannya memerlukan kolaborasi semua pihak.

baca juga : Pecahkan Rekor Waktu, Bastianini Tercepat di Sesi Latihan Hari Pertama MotoGP Mandalika 2024